BAB
II
PEMBAHASAN
- Perngertian
Khamar
Kata khamar dalam Kamus
Arab-Indonesia yaitu;خَمْرٌ – خَمْرَةٌ
yang
berarti arak, tuak, anggur.[1]
Kata khamar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai minuman keras,
anggur (minuman).[2]
Secara etimologi, kata Khamar
(minuman keras) berasal dari kata khamara yang berarti satara,
yaitu menutup. Khimarul mar’ati berarti penutup panjang bagi wanita.
Segala sesuatu yang menutupi sesuatu yang lainnya.
Secara istilah khamar dapat
diartikan air perasan anggur yang direbus, selain air perasan anggur, segala
yang dapat menghilangkan kesadaran akal hukumnya sama dengan khamar.[3]
Khamar adalah sesuatu yang memabukan
lagi menghilangkan akal pikiran dan menutupinya, dari apapun macamnya.[4]
Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi mengutip pendapat Imam Syafi’i bahwasanya yang dimaksud dengan
khamar ialah setiam minuman yang memabukkan dan menurut madzhab Imam Abu
Hanifah ialah hasil perasan anggur yang dimasak hingga mendidih kemudian
disimpan hingga memabukkan.
Alasan
dari pendapat Imam Syafi’i ialah;
- Bahwa para sahabat sebagai orang-orang asli Arab,
memahami dari pengharaman khamar ini ialah segala sesuatu yang memabukan,
maka haram hukumnya.
- Bedasarkan riwayat dari Abu Daud dan Turmuzi yang
meriwayatkan sabda Rasulullah yang berbunyi :
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ
“Setiap
yang memabukkan adalah khamar”
- Riwayat
yang diceritakan oleh Nu’man Ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah
SAW pernah bersabda :
اِنّاَ مِنَ العِنَبِ
خَمْرًا ، وَاِنَّ مِنَ التَّمْرِ خَمْرًا وَاِنَّ مِنَ العَسَلِ خَمْرًا وَاِنَّ
مِنَ البُرِّ خَمْرًا ، وَاِنَّ مِنَ الشَّعِيْرِ خَمْرًا
“Sesungguhnya
dari anggur itu bisa dibuat khamar, dari kurma bisa dibuat khamar, dari madu
bisa dibuat khamar, dari gandum bisa dibuat khamar dan dari biji-bijian bisa
dibuat khamar.”
- Bedasarkan riwayat
Imam Bukhari dari sahabat Anas Ibnu Malik yang telah menceritakan bahwa
ketika Rasulullah mengharamkan khamar, pada waktu itu sedikit sekali orang
membuat khamar dari perasan anggur, dan pada umumnya orang membuat khamar
dari buah kurma dan gandum.
Sebagian
ulama mengatakan bahwa penyebutan barang-barang tersebut (kurma dan gandum)
dikarenakan hanya barang-barang tersebutlah yang tersedia di sana pada waktu
itu. Jadi pengertiannya ialah bahwa segala sesuatu barang baik itu biji-bijian
atau perasan buah-buahan, ubi, apel, bawang dan lain sebagainya yang bisa
dibuat khamar, maka diihukumi sama dengan barang-barang yang disebut dalam
hadis.[5]
Kata
khamar di dalam al-Qur’an baik dalam bentuk nashab, rafa’ ataupun khafadh,
terdapat di dalam surat: al-Baqarah 219, al-Maidah 90, al-Maidah 91, Muhammad
15, Yusuf 36, Yusuf 41.[6]
- Ayat
dan Tafsir Tentang Khamar
1.
Surah
Al-Baqarah ayat 219
y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ÌôJyø9$# ÎÅ£÷yJø9$#ur (
ö@è% !$yJÎgÏù ÖNøOÎ) ×Î72 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3
tRqè=t«ó¡our #s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# 3
Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
”Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Tafsir Mufradat
ÌôJy9ا : yaitu minuman yang memabukkan yang terbuat
dari perasaan anggur dan lain sebagainya. Kata-kata Khamar diambil dari “ خَمَرَ
الشَيْءُ ”, yaitu bila ia
menutup dan menyelimutinya.
Å£÷yJ9ا : yakni undian diambil dari kata-kata “ الميسر ” mudah dan gampang. Sebab ia berusaha tanpa
susah payah.
الاثم : adalah dosa, sedangkan dosa itu senantiasa
berbahaya baik terhadap fisik, psikis, akal, harta benda, dan sebagainya.
Tafsir ayat
a. Menurut Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi mengutip riwayat oleh Imam Ahmad
dari sahabat Abu Hurairah dalam kitabnya Tafsir Al-Maraghi, bahwa
tatkala Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau melihat para sahabat sedang
minum-minum khamr dan dan bermain judi. Kemudian mereka menanyakan kepada
Rasulullah SAW mengenai khamr dan judi, lalu turunlah ayat ini. Kemudian mereka
berkata, “tidak diharamkan, hanya dosa besar bagi pelakunya.” Mereka masih
tetap emminum khamr, sampai ada kejadian salah seorang dari kaum Muhajirin melakukan
shalat dan ia mengimami orang banyak pada waktu magrib. Sebelum itu, ia meminum
khamr dan masih dalam keadaan mabuk, sehingga ada kesalahan dalam membaca
Al-Qur’an. Akhirnya turunlah ayat yang lebih keras dan mengharamkan khamr.
Larangan meminum
khamr secara tegas dan pasti dilakukan setelah adanya peringatan sebelumnya dan
setelah adanya larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk. Maka bagi yang
suka meminum khamr diharuskan menjauhinya pada kebanyakan waktunya, supaya
tidak melakukan shalat dalam keadaan masih mabuk. Pada larangan bertahap ini
terkadang faedah yang besar, karena peminumnya yang sudah terbiasa, dapat
meninggalkanya secara bertahap pula dan pada akhirnya dapat menerima dan
menaati larangan tersebut.
Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi mengutip perkataan Al-Qaffal, bahwa hikmah yang terkandung dalam
pelarangan secara bertahap adalah karena Allah SWT telah mengaetahui bahwa kaum
pengikut Nabi Muhammad SAW pada waktu itu gemar sekali meminum khamr. Bahkan
kehidupan mereka banyak dihabiskan untuk meminum khamr. Oleh karena itu, Allah
Yang Maha Mengetahui tidak melarang mereka sekaligus. Sebab hal ini akan
dirasakan berat sekali leh mereka. Pelarangan ini dilakukan secara bertahap,
mulai dari paling ringan terus meningkat sampai kepada larangan yang bersifat
qat’iy (pasti dan tidak ditawar lagi).[8]
b. Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa’di, beliau menafsirkan
ayat ini kaum Mukminin bertanya kepadamu wahai Rasul tentang hukum-hukum khamar
dan judi, di mana pada zaman jahiliyah kedua hal tersebut sering dilakukan dan
juga pada awal-awal islam. Seolah-olah terjadi kesulitan memahami kedua perkara
tersebut. Karena itu, mereka bertanya kepadau tentang hukum-hukumnya, maka
Allah SWT memerintahkan kepada NabiNya untuk menjelaskan manfaat-manfaatnya dan
kemudaratannya kepada mereka, agar hal tersebut menjadi pendahuluan untuk
pengharamannya dan wajib meninggalkan kedua perbuatan tersebut secara total.
Allah
mengabarkan bahwa dosa dan mudarat keduanya serta apa yang diakibatkan oleh
keduanya, seperti hilangnya ingatan dan meghilangi dari berdzikir kepada Allah,
dari shalat, yang semua ini adalah lebih besar dari apa yang mereka sangka
sebagai manfaatnya, berupa mendapatkan harta dari jual beli khamar atau
memperolehnya dengan cara judi atau linglingnya hati saat melakukannya.
Ketika mereka
sudah terbiasa dengan kedua perkara ini yaitu meminum khamar dan bejudi
tersebut dan sulit untuk meninggalkannya secara total pada awal-awalnya, maka
Allah memulai hal tersebut dengan ayat ini sebagai pendahuluan menuju kepada
pengharaman secara mutlak pada surah Al-Ma’idah ayat 90-91.[9]
c.
H.
Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy
mengutip perkataan Umar
ra.: “ Ketika turun ayat yang mengharamkan khamar ia berkara; Ya Allah jelaskan
kepada kami penjelasan yang memuaskan.” Maka turunlah ayat 219 surah Al-Baqarah ini. Maka
ketika dibacakan kepada Umar, ia berkata; “Ya Allah jelaskan kepada kami
mengenai khamar ini penjelasan yang memuaskan.” Maka turunlah ayat ke-43 surah
An-Nisa; “wahai orang-orang yang beriman, janganlah melakukan shalat ketika
kalian sedang mabuk sampai kalian menyadari apa yang anda katakan.”
Maka Rasulullah
menyuruh orang memberi aba-aba, tidak boleh bershalat orang yang sedang mabuk,
dan ketika ayat ini dibacakan kepada Umar tetap ia berkata; “Ya Allah jelaskan
kepada kami tentang khamar penjelasan yang memuaskan.” Sehingga turunlah ayat 90-91
surah Al-Ma’idah.[10]
2.
Surah Al-Ma’idah ayat 90-91
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# (
ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
“Hai orang-orang
yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(90)
“Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).”(91)
Tafsir Mufradat
الخَمْرُ : Setiap mimuman yang memabukkan
المَيْسِر : Secara bahasa
berarti permainan anak panah dalam segala sesuatu, kemudian diartikan sebagai
perjudian
الانْصَاب : Batu-batu
disisi tempat mereka menyembelih kurman-kurbannya. Diriwayatkan, bahwa mereka
dahulu menyembahkan dan mendekatkan diri padanya
الازلامْ : Anak
panah, atau potongan kecil dari bambu (kayu) yang berbentuk anak panah, dengan
itu, pada masa jahiliyah mereka mengadu nasib.
الرِّجْسُ : Hal yang
kotor baik secara nyata atau maknawi. Dikatakan رَجُلٌ رِجْسٌ (orang
itu keji). Kekejian dapat dilihat dari beberapa dimensi: bisa dilihat dari segi
tabiat, dari segi akal, dari segi syara’, seperti khmar dan judi, bisa pula
dari semua itu, seperti bangkai jarena ia dijijikan secara tabiat, akal dan syara’.
العَدَاوَةْ : melanggar
haq sampai kepada menyakiti.
Tafsir ayat
a. Menurut Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, dalam ayat-ayat terdahulu, Allah SWT telah melarang mengharamkan
perkara-perkara yang baik yang telah dihalalkan-Nya, dan memerintahkan supaya
memakan apa yang telah direzkikan-Nya dari perkara yang halal lagi baik. Di antara perkara yang
dipandang baik oleh manusia adalah khamar dan judi. Karena itu, Allah
menjelaskan bahwa keduanya tidak perkara yang dihalalkan, tetapi diharamkan.
Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan tentang ayat-ayat ini, bahwa
Sa’ad bin Abi Waqas ra. berkata; “Ayat tentang pengharaman khamar diturunkan
bertalian dengan saya. Seorang lelaki Ansar membuat makanan, lalu mengundang
kami. Maka, dataglah orang-orang kepadanya, lalu makan dan minum hingga mereka
mabuk karena meminum khamar. Itu terjadi sebelum pengharaman khamar. Mereka
saling menyombongkan diri, orang-orang Ansar berkara; “ Kaum Ansar lebih baik”,
dan orang-orang Quraisy berkata; “kaum Quraisy lebih baik”. Kemudian seorang
lelaki memegang tulang dagu saya, lalu memukul hidung saya hingga koyak. Maka
saya datang kepada Nabi SAW untuk memberitahukan hal itu, maka turunlah ayat
ini.
‘Abd bin Humaid,
Ibnu Jarir, Ibnu Munzir, Baihaqi dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, ayat tentang pengharaman khamar diturunkan bertalian dengan dua kabilah
di antara kabilah-kabilah Ansar yang minum-minum. Tatkala kaum itu mabuk, maka
mereka saling baku hantam dan tatkala mereka sadar, salah atu dari mereka
melihat bekas-bekas pada muka, kepada dan jenggotnya, lalu berkata, Saudaraku
si Fulan telah melakukan hal ini terhadapku. Demi Allah, kalaupun dia seorang
penyantun dan penyayang, tentulah dia tidak akan melakukan itu terhadapku.”
Begitulah akhirnya mereka saling mendeki.[11]
b.
Menurut
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an, keberuntungan tidak akan diraih kecuali
dengan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah, khususnya perbuatan-perbuatan
buruk yang disebut di sini. Ia adalah khamar yaitu semua yang merusak akal
dengan menutupinya karena mabuk, judi, berhala, dan anak panah yang dengannya
mereka mengundi nasib. Allah melarang empat perkara ini, mencercanya, dan
menjelaskan dampak negatif yang menuntut untuk meninggalkannya.
Perkara-perkara
ini adalah pemicu permusuhan dan kebencian di antara manusia, dan setan itu
rajin menghembuskannya khususnya melalui
khamar dan judi, untuk menjerumuskan orang-orang Mukmin ke dalam permusuhan dan
kebencian, karena khamar mengakibatkan tergantungnya akal dan hilangnya daya
kerjanya yang menyulut permusuhan antara dirinya dengan saudara-saudaranya yang
Mukmin, lebih-lebih jika hal itu diiringi dengan sebab-sebab yang merupakan
koensekuensi dari mabuk, bisa jadi sampai membunuh.
Perkara-perkana
ini menghalangi hati dan diikuti oleh badan dari berdzikir ( mengingat ) Allah
dan shalat, yang mana seorang hamba diciptakan untuk kedua ibadah tersebut dan
dengan keduanyalah kebahagiaan dapat ia raih. Khamar (minuman keras) dan judi
menghalangi hal itu dengan kadar yang besar, membuat hati dan pikirannya sibuk
dari keduanya sehingga waktu yang panjang berlalu, sementara dia tidak
mengetahui di mana dia berada. Kemaksiatan apa lagi yang mengotori pelakunya,
menjadikannya termasuk orang-orang yang buruk, menjerumuskannya ke dalam
perbuatan setan dan jebakannya hingga dia mengikutinya seperti binatang ternak
yang mengikuti pengembalanya, dan menghalangi keberuntungan seorang hamba,
menyulut permusuhan dan kebencian di antara orang-orang Mukmin dan
menghalanginya dari dzikir kepada Allah dan dari shalat ? adakah hal yang lebih
besar dari hal ini ?
Oleh karena itu
Allah menawarkan laranganNya kepada orang-orang yang berakal, “apakah kamu
berhenti ?” orang-orang yang berakal, jika dia melihat sebagian dampak
negatifnya, niscaya dia akan menolaknya, menahan diri darinya tanpa memerlukan
nasehat panjang dan hardikan yang mendalam.[12]
c.
Menurut Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim
Amrullah (HAMKA) dalam kitabnya Tafsir Al-Azhar, diharamkan khamar
ialah sekalian minuman yang menimbulkan dan menyebabkan mabuk, dalam bahasa
kita disebut arak atau tuak. Minuman itu menimbulkan mabuk oleh karena telah
ada alkoholnya. Alkohol timbul dari ragi.
Orang Arab
negeri tempat tuak mulai diharamkan itu membuat tuak atau arak itu dari buah
anggur atau kurma, dan pada suku-suku bangsa kita arak itu bisa beras luput atau
ketan, yang mulanya sebagai tapai, tetapi setelah dipermalamkan beberapa hari
bisa juga memabukkan, dan diambil orang juga dari air saringan beras, bukan
pulut. Sebagai Sake yang diminum orang Jepang. Di Sulawesi diambil dari pohon
lontar, serupa juga dengan mengambil nira dari pohon enau, da Batak, di Minang
dan tempat-tempat lain. Ada yang menjadi tua oleh karena dicampurkan ragi ke
dalamnya, sebagai air tapai yang jadi arak itu, dan ada yang timbul ragi atau
alkohol itu setelah dipermalamkan beberapa hari, sebagai nira. Nira itu bisa
berubah menjadi cuka dan bisa pula menjadi tuak. Maka segala minuman yang
memabukkan, menjadi haramlah diminum.
Dari sebab minum
arak orang mabuk. Setelah mabuk orang berangsur turun kepada kejadian aslinya,
yaitu binatang dan akalnya mulai padam cahayanya, maa berkelahilah dia,
mencarut memaki-maki, sebab di waktu itu dia telah boleh dihitung gila.
Sopan-santun
hilang, sampai berkelahi dan sampai berbenci-bencian di antara dua orang
ataupun dua golongan yang mabuk. Dengan berjudipun demikian pula. Mana waktu
habis, mana hati yang yang kalah menjadi panas, harta telah licin tandas dan
hidup jadi sial. Itulah yang sangat menyenangkan syetan, yaitu supaya pecah belah
di antara kamu lantaran mabuk atau terbuka rahasia-rahasi pribadi yang
tersembunyi, lantaran mabuk, sebab sumbat sucinya telah pecah. Setan tertawa. “Dan
hendak memalingkan kamu daripada ingat akan Allah dan daripada sembahyang.”
Karena mabuk orang tidak ingat lagi kepada Allah, hilang kesopanan lalu
bercarut-carut, lalu berzina. Lantaran mabuk dan judi, perhubungan dengan
sesama manusia porak-poranda dan hubungan kepada Allah hancur lebur oleh sebab
itu dengan keras Allah bersabda: “Oleh karena itu, tidaklah kamu mau
berhenti ?”. (ujung ayat 91)
Larangan
terakhir yang telah dikunci dengan perkataan; “Tidaklah kamu mau berhenti ?”.
Saiyidina Umar
bin Khathab, demi mendengar ayat ini terus bekata: “sekarang kami berhenti !
Kami berhenti Ya Allah !”
Sejak sesudah
itu stop minum arak. Habis, tak ada lagi.[13]
- Tahap pengharaman Khamar
Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad as-Sayyid mengutip
perkataan sebagian ahli tafsir, “Allah tidak meninggalkan sedikitpun dari
karamah dan kebaikan, melainkan atas dasar kasih sayang Dia memberikannya
kepada umat ini. Di antara karamah dan kebaikan-Nya adalah Dia tidak mewajibkan
berbagai ketetapan syariat dalam satu waktu. Tetapi Dia mewajibkannya secara
bertahap, sedikit demi sedikit. Demikian halnya dengan pengharaman minuman
keras. Allah berfirman;
y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ÌôJyø9$# ÎÅ£÷yJø9$#urۖ. . . ÇËÊÒÈ
“Mereka
menayakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi”. (QS. Al-Baqarah [2]: 219).
Firman-Nya ini
merupakan ayat pertama yang turun tentang masalah khamar. Setelah itu Allah SWT
menurunkan ayat,
w.
. . (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß ÇÍÌÈ.
. . . . .
“Jangan kalian
mendekati shalat dalam keadaan mabuk,” (QS. An-Nisa [4]: 43).
Kemudian
firman-Nya,
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
“Dengan minuman
keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menumbulkan permusuhan dan
kebencian diantara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah
dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kalian mau berhenti ?,” (QS. Al-Ma’idah [5]: 91)
$yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# (
ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
“Wahai
orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk)
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian
beruntung,” (QS. Al-ma’idah
[5]: 90)
Masalahnya
karena khamar adalah zat yang dapat merusak akal, sementara akal ini merupakan
sumber taklif (pembeban hukum). Oleh karena itu, Allah SWT
mengharamkannya. Bahkan para pemikir dan ilmuan sebelum ayat ini turun telah
mengharamkan khamar atas diri mereka sendiri berdasarkan fitrah dan pengetahuan
mereka akan efek negatifnya bagi akal.
Qais bin ‘Ashim
al-Manqari ra. adalah seorang peminum pada masa jahiliah, kemudian dia
mengharamkan minuman itu atas dirinya. Yang menjadi penyebabnya adalah ketika
dia dalam keadaan mabuk meraba perut anaknya dan mencaci kedua orang tuanya.
Ketika melihat bulan, dia berbicara sendiri dan dia telah memberikan hartanya
kepada orang-orang yang suka mabuk-mabukkan. Ketika sadar dari mabuknya, dia
segera mengharamkan minuman itu atas dirinya sendiri.[14]
- Hukuman
Bagi Peminum Khamar
Ulama’-ulama’ fikih telah sepakat
bahwa penghukum peminum khamar adalah
wajib, dan bahwa hukuman itu berbentuk deraan. Akan tetapi mereka berbeda
penddapat mengenai deraan tersebut. Penganut-penganut madzhab Haafi dan imam
Malik mengatakan 80 kali deraan, sedangkan imam Syafi’ie mengatakan 40 kali.
Sayid Sabiq mengutip dari Mu’awiyah,
Nabi berkata bagi peminum khamar : apabila dia meminum khamar maka deralah,
apabila dia minum khamar maka deralah, apabila tiga kali dia minum khamar maka
deralah, apabila empat kali dia minum khamar maka pukullah dagunya. (HR. Imam
Ahmad)
Sayid Sabiq mengutip perkataan Ali,
apabila orang itu mabuk maka dia akan mengigau, dan bila seseorang mengigau, makadia berdusta dan mengada-ngada.
Karena itu hukumlah dia dengan hukuman pendusta.[15]
- Bahaya
Khamar
Ahsin W. al-Hafidz mengutip hadis
yang diriwayatkan Imam Ath-Thabtani, Rasulullah SAW. bersabda: “Arak
merupakan kejahatan dan dosa terbesar di antara dosa-dosa besar, barang siapa
meminum arak niscaya ia akan meninggalkan shalat dan tega menyetubuhi ibu
danbibi kandungnya sendiri.
Hadis
di atas dengan tegas dan lugas menjelaskan betapa besar bahaya minuman keras, arak,
dan obat-obatan terlarang yang memabukkan lainnya. Dijelaskan bahwa hal-hal
tersebut merupakan sumber dari segala sumber kejahatan dan dosa besar. Dengan
meminum minuman keras seseorang akan rela berbuat keji dan akan melakukan
berbagai kejahatan.[16]
Dari berbagai sudut pandang, arak
(minuman keras) mengandung bahaya yang sangat besar, antara lain sebagai
berikut:
1. Bahaya khamar terhadap kesehatan
Khamar
dapat merusak lambung perut, mengurangi selera makan, muka pucat pasi dan mata
bengkak, perut menggendot serta penyakit lever dan ginjal. Biasanya peminum
akan kelihatan lebih tua usianya dibandingkan dengan usia sebenarnya.
2. Bahaya khamar terhadap akal
Peminum
khamar akan hilang kesadarannya, karena lemahnya otak dan tidak sedikit yang
mendatangkan kegilaan.
3. Bahaya khamar terhadap harta benda
Peminum
banyak menhambur-hamburkan dan merusak harta benda dan kekayaannya bahkan tidak
mustahil akan mendatangkan kepada kefakiran dan kemelaratan, akibat telah
mencandunya khamar terhadap dirinya sehingga khamar adalah merupakan
segala-galanya bagi dirinya.
4. Bahaya khamar terhadap masyarakat
Peminum
akan cepat naik dan sulit mengendalikan emosinya sehingga akan lebih mudah
terlibat dalam pertentangan dan pertengkaran serta perkelahian di antara
sesamanya.
5. Bahaya khamar terhadap kejiwaan
Peminum
akan mudah dirayu sehingga di luar kesadarannya ia dengan terang-terangan akan
membuka dan mengumbar rahasia-rahasia yang seharusnya ia pelihara dan simpan
dengan baik-baik, apalagi bila menyangkut rahasia negara.
6. Bahaya khamar terhadap agama.
Peminumdan
pemabuk tidak akan dapat melakukan ibadah apalagi tenang, khusyu’, dan
tuma’ninah.[17]
[1] Prof. DR. H. Mahmud
Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 1989), Hal 121.
[2] Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed. 3, Cet. Ke-3.
[3] Prof. Dr. Abdul Basith
Muhammad Sayyid, Rahasia Kesehatan Nabi, (Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2006), Cet. III, Hal. 203
[4] Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as-Sa’di. Tafsir al-Qur’an (1). Terj. Muhammad Iqbal, dkk.
(Jakarta: Darul Haq, 2016). Cet. VI Hal: 299
[5] Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 2, Terj. Bahrun Abu Bakar, Lc.,
dkk, ( Semarang: PT. Karya Toha Putra Searang, 1993) Cet, ke-2, Hal. 243-244
[6] Pencarian di Maktabah
Syamilah
[7] H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir
Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008), Hal. 249
[8] Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 2, . . . . . . Hal. 241-242
[10] Imam al-Hafidz Ibnu
Katsir, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1, Terj. H. Salim
Bahreisy, H. Said Bahreisy, (Kuala Lumpur: VICTORY AGENCIE, 2003), Cet. 1, hal.
382-383
[12] Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as-Sa’di. Tafsir al-Qur’an(2). . . . . . . hal. 389-391
[13]Abdulmalik
Abdulkarim Amrullah,
Tafsir Al-Azhar jilid 3, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,
2003), Cet. 5, Hal. 1861-1864
[14] Prof. Dr. Abdul Basith
Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah, terj. M. Abdul
Ghoffar, H. M. Iqbal Haetami,Lc., (Jakarta: Almahira, 2009), Cet. 4, Hal.
230-231
[15] Sayid Sabiq, Fikih
Sunnah, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984). Hal. 77
[16] Drs. Ahsin W. al-Hafidz,
M.A., Fikih Kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2010), Cet. 2. Hal. 199