Selasa, 06 Maret 2018

makalah


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Perngertian Khamar
Kata khamar dalam Kamus Arab-Indonesia yaitu;خَمْرٌ – خَمْرَةٌ  yang berarti arak, tuak, anggur.[1] Kata khamar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai minuman keras, anggur (minuman).[2]
Secara etimologi, kata Khamar (minuman keras) berasal dari kata khamara yang berarti satara, yaitu menutup. Khimarul mar’ati berarti penutup panjang bagi wanita. Segala sesuatu yang menutupi sesuatu yang lainnya.
Secara istilah khamar dapat diartikan air perasan anggur yang direbus, selain air perasan anggur, segala yang dapat menghilangkan kesadaran akal hukumnya sama dengan khamar.[3]
Khamar adalah sesuatu yang memabukan lagi menghilangkan akal pikiran dan menutupinya, dari apapun macamnya.[4] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi mengutip pendapat Imam Syafi’i bahwasanya yang dimaksud dengan khamar ialah setiam minuman yang memabukkan dan menurut madzhab Imam Abu Hanifah ialah hasil perasan anggur yang dimasak hingga mendidih kemudian disimpan hingga memabukkan.

Alasan dari pendapat Imam Syafi’i ialah;
  1. Bahwa para sahabat sebagai orang-orang asli Arab, memahami dari pengharaman khamar ini ialah segala sesuatu yang memabukan, maka haram hukumnya.
  2. Bedasarkan riwayat dari Abu Daud dan Turmuzi yang meriwayatkan sabda Rasulullah yang berbunyi :
 كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ
       “Setiap yang memabukkan adalah khamar”
  1. Riwayat yang diceritakan oleh Nu’man Ibnu Basyir yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :
اِنّاَ مِنَ العِنَبِ خَمْرًا ، وَاِنَّ مِنَ التَّمْرِ خَمْرًا وَاِنَّ مِنَ العَسَلِ خَمْرًا وَاِنَّ مِنَ البُرِّ خَمْرًا ، وَاِنَّ مِنَ الشَّعِيْرِ خَمْرًا
“Sesungguhnya dari anggur itu bisa dibuat khamar, dari kurma bisa dibuat khamar, dari madu bisa dibuat khamar, dari gandum bisa dibuat khamar dan dari biji-bijian bisa dibuat khamar.”
  1. Bedasarkan riwayat Imam Bukhari dari sahabat Anas Ibnu Malik yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah mengharamkan khamar, pada waktu itu sedikit sekali orang membuat khamar dari perasan anggur, dan pada umumnya orang membuat khamar dari buah kurma dan gandum.
Sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan barang-barang tersebut (kurma dan gandum) dikarenakan hanya barang-barang tersebutlah yang tersedia di sana pada waktu itu. Jadi pengertiannya ialah bahwa segala sesuatu barang baik itu biji-bijian atau perasan buah-buahan, ubi, apel, bawang dan lain sebagainya yang bisa dibuat khamar, maka diihukumi sama dengan barang-barang yang disebut dalam hadis.[5]
Kata khamar di dalam al-Qur’an baik dalam bentuk nashab, rafa’ ataupun khafadh, terdapat di dalam surat: al-Baqarah 219, al-Maidah 90, al-Maidah 91, Muhammad 15, Yusuf 36, Yusuf 41.[6]
  1. Ayat dan Tafsir Tentang Khamar
1.      Surah Al-Baqarah ayat 219
y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgŠÏù ÖNøOÎ) ׎Î7Ÿ2 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çŽt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 štRqè=t«ó¡our #sŒ$tB tbqà)ÏÿZムÈ@è% uqøÿyèø9$# 3 šÏ9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# öNà6¯=yès9 tbr㍩3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Tafsir Mufradat
̍ôJy9ا          :    yaitu minuman yang memabukkan yang terbuat dari perasaan anggur dan lain sebagainya. Kata-kata Khamar diambil dari “ خَمَرَ الشَيْءُ ”, yaitu bila ia menutup dan menyelimutinya.
ŽÅ£÷yJ9ا         :    yakni undian diambil dari kata-kata “ الميسر  mudah dan gampang. Sebab ia berusaha tanpa susah payah.
الاثم           :    adalah dosa, sedangkan dosa itu senantiasa berbahaya baik terhadap fisik, psikis, akal, harta benda, dan sebagainya.
العفو          :    kelebihan dari kebutuhan/keperluan sehari-hari.[7]
Tafsir ayat
a.       Menurut Ahmad Mushthafa Al-Maraghi mengutip riwayat oleh Imam Ahmad  dari sahabat Abu Hurairah dalam kitabnya Tafsir Al-Maraghi, bahwa tatkala Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau melihat para sahabat sedang minum-minum khamr dan dan bermain judi. Kemudian mereka menanyakan kepada Rasulullah SAW mengenai khamr dan judi, lalu turunlah ayat ini. Kemudian mereka berkata, “tidak diharamkan, hanya dosa besar bagi pelakunya.” Mereka masih tetap emminum khamr, sampai ada kejadian salah seorang dari kaum Muhajirin melakukan shalat dan ia mengimami orang banyak pada waktu magrib. Sebelum itu, ia meminum khamr dan masih dalam keadaan mabuk, sehingga ada kesalahan dalam membaca Al-Qur’an. Akhirnya turunlah ayat yang lebih keras dan mengharamkan khamr.
Larangan meminum khamr secara tegas dan pasti dilakukan setelah adanya peringatan sebelumnya dan setelah adanya larangan mendekati salat dalam keadaan mabuk. Maka bagi yang suka meminum khamr diharuskan menjauhinya pada kebanyakan waktunya, supaya tidak melakukan shalat dalam keadaan masih mabuk. Pada larangan bertahap ini terkadang faedah yang besar, karena peminumnya yang sudah terbiasa, dapat meninggalkanya secara bertahap pula dan pada akhirnya dapat menerima dan menaati larangan tersebut.
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi mengutip perkataan Al-Qaffal, bahwa hikmah yang terkandung dalam pelarangan secara bertahap adalah karena Allah SWT telah mengaetahui bahwa kaum pengikut Nabi Muhammad SAW pada waktu itu gemar sekali meminum khamr. Bahkan kehidupan mereka banyak dihabiskan untuk meminum khamr. Oleh karena itu, Allah Yang Maha Mengetahui tidak melarang mereka sekaligus. Sebab hal ini akan dirasakan berat sekali leh mereka. Pelarangan ini dilakukan secara bertahap, mulai dari paling ringan terus meningkat sampai kepada larangan yang bersifat qat’iy (pasti dan tidak ditawar lagi).[8]
b.      Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, beliau menafsirkan ayat ini kaum Mukminin bertanya kepadamu wahai Rasul tentang hukum-hukum khamar dan judi, di mana pada zaman jahiliyah kedua hal tersebut sering dilakukan dan juga pada awal-awal islam. Seolah-olah terjadi kesulitan memahami kedua perkara tersebut. Karena itu, mereka bertanya kepadau tentang hukum-hukumnya, maka Allah SWT memerintahkan kepada NabiNya untuk menjelaskan manfaat-manfaatnya dan kemudaratannya kepada mereka, agar hal tersebut menjadi pendahuluan untuk pengharamannya dan wajib meninggalkan kedua perbuatan tersebut secara total.
Allah mengabarkan bahwa dosa dan mudarat keduanya serta apa yang diakibatkan oleh keduanya, seperti hilangnya ingatan dan meghilangi dari berdzikir kepada Allah, dari shalat, yang semua ini adalah lebih besar dari apa yang mereka sangka sebagai manfaatnya, berupa mendapatkan harta dari jual beli khamar atau memperolehnya dengan cara judi atau linglingnya hati saat melakukannya.
Ketika mereka sudah terbiasa dengan kedua perkara ini yaitu meminum khamar dan bejudi tersebut dan sulit untuk meninggalkannya secara total pada awal-awalnya, maka Allah memulai hal tersebut dengan ayat ini sebagai pendahuluan menuju kepada pengharaman secara mutlak pada surah Al-Ma’idah ayat 90-91.[9]
c.       H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy mengutip perkataan Umar ra.: “ Ketika turun ayat yang mengharamkan khamar ia berkara; Ya Allah jelaskan kepada kami penjelasan yang memuaskan.” Maka turunlah ayat 219 surah Al-Baqarah ini. Maka ketika dibacakan kepada Umar, ia berkata; “Ya Allah jelaskan kepada kami mengenai khamar ini penjelasan yang memuaskan.” Maka turunlah ayat ke-43 surah An-Nisa; “wahai orang-orang yang beriman, janganlah melakukan shalat ketika kalian sedang mabuk sampai kalian menyadari apa yang anda katakan.”
Maka Rasulullah menyuruh orang memberi aba-aba, tidak boleh bershalat orang yang sedang mabuk, dan ketika ayat ini dibacakan kepada Umar tetap ia berkata; “Ya Allah jelaskan kepada kami tentang khamar penjelasan yang memuaskan.” Sehingga turunlah ayat 90-91 surah Al-Ma’idah.[10]

2.      Surah Al-Ma’idah ayat 90-91
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ   $yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(90)
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(91)
Tafsir Mufradat
الخَمْرُ                 :    Setiap mimuman yang memabukkan
المَيْسِر                      :     Secara bahasa berarti permainan anak panah dalam segala sesuatu, kemudian diartikan sebagai perjudian
الانْصَاب            :    Batu-batu disisi tempat mereka menyembelih kurman-kurbannya. Diriwayatkan, bahwa mereka dahulu menyembahkan dan mendekatkan diri padanya
الازلامْ                :    Anak panah, atau potongan kecil dari bambu (kayu) yang berbentuk anak panah, dengan itu, pada masa jahiliyah mereka mengadu nasib.
الرِّجْسُ               :    Hal yang kotor baik secara nyata atau maknawi. Dikatakan رَجُلٌ رِجْسٌ  (orang itu keji). Kekejian dapat dilihat dari beberapa dimensi: bisa dilihat dari segi tabiat, dari segi akal, dari segi syara’, seperti khmar dan judi, bisa pula dari semua itu, seperti bangkai jarena ia dijijikan secara tabiat, akal dan syara’.
العَدَاوَةْ               :    melanggar haq sampai kepada menyakiti.
Tafsir ayat
a.       Menurut Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, dalam ayat-ayat terdahulu, Allah SWT telah melarang mengharamkan perkara-perkara yang baik yang telah dihalalkan-Nya, dan memerintahkan supaya memakan apa yang telah direzkikan-Nya dari perkara yang halal lagi baik. Di antara perkara yang dipandang baik oleh manusia adalah khamar dan judi. Karena itu, Allah menjelaskan bahwa keduanya tidak perkara yang dihalalkan, tetapi diharamkan.
Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan tentang ayat-ayat ini, bahwa Sa’ad bin Abi Waqas ra. berkata; “Ayat tentang pengharaman khamar diturunkan bertalian dengan saya. Seorang lelaki Ansar membuat makanan, lalu mengundang kami. Maka, dataglah orang-orang kepadanya, lalu makan dan minum hingga mereka mabuk karena meminum khamar. Itu terjadi sebelum pengharaman khamar. Mereka saling menyombongkan diri, orang-orang Ansar berkara; “ Kaum Ansar lebih baik”, dan orang-orang Quraisy berkata; “kaum Quraisy lebih baik”. Kemudian seorang lelaki memegang tulang dagu saya, lalu memukul hidung saya hingga koyak. Maka saya datang kepada Nabi SAW untuk memberitahukan hal itu, maka turunlah ayat ini.
‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Munzir, Baihaqi dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ayat tentang pengharaman khamar diturunkan bertalian dengan dua kabilah di antara kabilah-kabilah Ansar yang minum-minum. Tatkala kaum itu mabuk, maka mereka saling baku hantam dan tatkala mereka sadar, salah atu dari mereka melihat bekas-bekas pada muka, kepada dan jenggotnya, lalu berkata, Saudaraku si Fulan telah melakukan hal ini terhadapku. Demi Allah, kalaupun dia seorang penyantun dan penyayang, tentulah dia tidak akan melakukan itu terhadapku.” Begitulah akhirnya mereka saling mendeki.[11]
b.      Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an, keberuntungan tidak akan diraih kecuali dengan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah, khususnya perbuatan-perbuatan buruk yang disebut di sini. Ia adalah khamar yaitu semua yang merusak akal dengan menutupinya karena mabuk, judi, berhala, dan anak panah yang dengannya mereka mengundi nasib. Allah melarang empat perkara ini, mencercanya, dan menjelaskan dampak negatif yang menuntut untuk meninggalkannya.
Perkara-perkara ini adalah pemicu permusuhan dan kebencian di antara manusia, dan setan itu rajin menghembuskannya khususnya  melalui khamar dan judi, untuk menjerumuskan orang-orang Mukmin ke dalam permusuhan dan kebencian, karena khamar mengakibatkan tergantungnya akal dan hilangnya daya kerjanya yang menyulut permusuhan antara dirinya dengan saudara-saudaranya yang Mukmin, lebih-lebih jika hal itu diiringi dengan sebab-sebab yang merupakan koensekuensi dari mabuk, bisa jadi sampai membunuh.
Perkara-perkana ini menghalangi hati dan diikuti oleh badan dari berdzikir ( mengingat ) Allah dan shalat, yang mana seorang hamba diciptakan untuk kedua ibadah tersebut dan dengan keduanyalah kebahagiaan dapat ia raih. Khamar (minuman keras) dan judi menghalangi hal itu dengan kadar yang besar, membuat hati dan pikirannya sibuk dari keduanya sehingga waktu yang panjang berlalu, sementara dia tidak mengetahui di mana dia berada. Kemaksiatan apa lagi yang mengotori pelakunya, menjadikannya termasuk orang-orang yang buruk, menjerumuskannya ke dalam perbuatan setan dan jebakannya hingga dia mengikutinya seperti binatang ternak yang mengikuti pengembalanya, dan menghalangi keberuntungan seorang hamba, menyulut permusuhan dan kebencian di antara orang-orang Mukmin dan menghalanginya dari dzikir kepada Allah dan dari shalat ? adakah hal yang lebih besar dari hal ini ?
Oleh karena itu Allah menawarkan laranganNya kepada orang-orang yang berakal, “apakah kamu berhenti ?” orang-orang yang berakal, jika dia melihat sebagian dampak negatifnya, niscaya dia akan menolaknya, menahan diri darinya tanpa memerlukan nasehat panjang dan hardikan yang mendalam.[12]
c.       Menurut Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (HAMKA) dalam kitabnya Tafsir Al-Azhar, diharamkan khamar ialah sekalian minuman yang menimbulkan dan menyebabkan mabuk, dalam bahasa kita disebut arak atau tuak. Minuman itu menimbulkan mabuk oleh karena telah ada alkoholnya. Alkohol timbul dari ragi.
Orang Arab negeri tempat tuak mulai diharamkan itu membuat tuak atau arak itu dari buah anggur atau kurma, dan pada suku-suku bangsa kita arak itu bisa beras luput atau ketan, yang mulanya sebagai tapai, tetapi setelah dipermalamkan beberapa hari bisa juga memabukkan, dan diambil orang juga dari air saringan beras, bukan pulut. Sebagai Sake yang diminum orang Jepang. Di Sulawesi diambil dari pohon lontar, serupa juga dengan mengambil nira dari pohon enau, da Batak, di Minang dan tempat-tempat lain. Ada yang menjadi tua oleh karena dicampurkan ragi ke dalamnya, sebagai air tapai yang jadi arak itu, dan ada yang timbul ragi atau alkohol itu setelah dipermalamkan beberapa hari, sebagai nira. Nira itu bisa berubah menjadi cuka dan bisa pula menjadi tuak. Maka segala minuman yang memabukkan, menjadi haramlah diminum.
Dari sebab minum arak orang mabuk. Setelah mabuk orang berangsur turun kepada kejadian aslinya, yaitu binatang dan akalnya mulai padam cahayanya, maa berkelahilah dia, mencarut memaki-maki, sebab di waktu itu dia telah boleh dihitung gila.
Sopan-santun hilang, sampai berkelahi dan sampai berbenci-bencian di antara dua orang ataupun dua golongan yang mabuk. Dengan berjudipun demikian pula. Mana waktu habis, mana hati yang yang kalah menjadi panas, harta telah licin tandas dan hidup jadi sial. Itulah yang sangat menyenangkan syetan, yaitu supaya pecah belah di antara kamu lantaran mabuk atau terbuka rahasia-rahasi pribadi yang tersembunyi, lantaran mabuk, sebab sumbat sucinya telah pecah. Setan tertawa. “Dan hendak memalingkan kamu daripada ingat akan Allah dan daripada sembahyang.” Karena mabuk orang tidak ingat lagi kepada Allah, hilang kesopanan lalu bercarut-carut, lalu berzina. Lantaran mabuk dan judi, perhubungan dengan sesama manusia porak-poranda dan hubungan kepada Allah hancur lebur oleh sebab itu dengan keras Allah bersabda: “Oleh karena itu, tidaklah kamu mau berhenti ?”. (ujung ayat 91)
Larangan terakhir yang telah dikunci dengan perkataan; “Tidaklah kamu mau berhenti ?”.
Saiyidina Umar bin Khathab, demi mendengar ayat ini terus bekata: “sekarang kami berhenti ! Kami berhenti Ya Allah !”
Sejak sesudah itu stop minum arak. Habis, tak ada lagi.[13]
  1. Tahap pengharaman Khamar
Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad as-Sayyid mengutip perkataan sebagian ahli tafsir, “Allah tidak meninggalkan sedikitpun dari karamah dan kebaikan, melainkan atas dasar kasih sayang Dia memberikannya kepada umat ini. Di antara karamah dan kebaikan-Nya adalah Dia tidak mewajibkan berbagai ketetapan syariat dalam satu waktu. Tetapi Dia mewajibkannya secara bertahap, sedikit demi sedikit. Demikian halnya dengan pengharaman minuman keras. Allah berfirman;
y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#urۖ. . . ÇËÊÒÈ
“Mereka menayakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi”. (QS. Al-Baqarah [2]: 219).
Firman-Nya ini merupakan ayat pertama yang turun tentang masalah khamar. Setelah itu Allah SWT menurunkan ayat,
Ÿw. . .  (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß ÇÍÌÈ. . . . . .  
“Jangan kalian mendekati shalat dalam keadaan mabuk,” (QS. An-Nisa [4]: 43).
Kemudian firman-Nya,
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ  
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menumbulkan permusuhan dan kebencian diantara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kalian mau berhenti ?,” (QS. Al-Ma’idah [5]: 91)
$yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ  
“Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian beruntung,” (QS. Al-ma’idah [5]: 90)
Masalahnya karena khamar adalah zat yang dapat merusak akal, sementara akal ini merupakan sumber taklif (pembeban hukum). Oleh karena itu, Allah SWT mengharamkannya. Bahkan para pemikir dan ilmuan sebelum ayat ini turun telah mengharamkan khamar atas diri mereka sendiri berdasarkan fitrah dan pengetahuan mereka akan efek negatifnya bagi akal.
Qais bin ‘Ashim al-Manqari ra. adalah seorang peminum pada masa jahiliah, kemudian dia mengharamkan minuman itu atas dirinya. Yang menjadi penyebabnya adalah ketika dia dalam keadaan mabuk meraba perut anaknya dan mencaci kedua orang tuanya. Ketika melihat bulan, dia berbicara sendiri dan dia telah memberikan hartanya kepada orang-orang yang suka mabuk-mabukkan. Ketika sadar dari mabuknya, dia segera mengharamkan minuman itu atas dirinya sendiri.[14]
  1. Hukuman Bagi Peminum Khamar
Ulama’-ulama’ fikih telah sepakat bahwa penghukum peminum khamar  adalah wajib, dan bahwa hukuman itu berbentuk deraan. Akan tetapi mereka berbeda penddapat mengenai deraan tersebut. Penganut-penganut madzhab Haafi dan imam Malik mengatakan 80 kali deraan, sedangkan imam Syafi’ie mengatakan 40 kali.
Sayid Sabiq mengutip dari Mu’awiyah, Nabi berkata bagi peminum khamar : apabila dia meminum khamar maka deralah, apabila dia minum khamar maka deralah, apabila tiga kali dia minum khamar maka deralah, apabila empat kali dia minum khamar maka pukullah dagunya. (HR. Imam Ahmad)
Sayid Sabiq mengutip perkataan Ali, apabila orang itu mabuk maka dia akan mengigau, dan bila seseorang  mengigau, makadia berdusta dan mengada-ngada. Karena itu hukumlah dia dengan hukuman pendusta.[15]
  1. Bahaya Khamar
Ahsin W. al-Hafidz mengutip hadis yang diriwayatkan Imam Ath-Thabtani, Rasulullah SAW. bersabda: “Arak merupakan kejahatan dan dosa terbesar di antara dosa-dosa besar, barang siapa meminum arak niscaya ia akan meninggalkan shalat dan tega menyetubuhi ibu danbibi kandungnya sendiri.
            Hadis di atas dengan tegas dan lugas menjelaskan betapa besar bahaya minuman keras, arak, dan obat-obatan terlarang yang memabukkan lainnya. Dijelaskan bahwa hal-hal tersebut merupakan sumber dari segala sumber kejahatan dan dosa besar. Dengan meminum minuman keras seseorang akan rela berbuat keji dan akan melakukan berbagai kejahatan.[16]
Dari berbagai sudut pandang, arak (minuman keras) mengandung bahaya yang sangat besar, antara lain sebagai berikut:
1.      Bahaya khamar terhadap kesehatan
Khamar dapat merusak lambung perut, mengurangi selera makan, muka pucat pasi dan mata bengkak, perut menggendot serta penyakit lever dan ginjal. Biasanya peminum akan kelihatan lebih tua usianya dibandingkan dengan usia sebenarnya.
2.      Bahaya khamar terhadap akal
Peminum khamar akan hilang kesadarannya, karena lemahnya otak dan tidak sedikit yang mendatangkan kegilaan.
3.      Bahaya khamar terhadap harta benda
Peminum banyak menhambur-hamburkan dan merusak harta benda dan kekayaannya bahkan tidak mustahil akan mendatangkan kepada kefakiran dan kemelaratan, akibat telah mencandunya khamar terhadap dirinya sehingga khamar adalah merupakan segala-galanya bagi dirinya.
4.      Bahaya khamar terhadap masyarakat
Peminum akan cepat naik dan sulit mengendalikan emosinya sehingga akan lebih mudah terlibat dalam pertentangan dan pertengkaran serta perkelahian di antara sesamanya.
5.      Bahaya khamar terhadap kejiwaan
Peminum akan mudah dirayu sehingga di luar kesadarannya ia dengan terang-terangan akan membuka dan mengumbar rahasia-rahasia yang seharusnya ia pelihara dan simpan dengan baik-baik, apalagi bila menyangkut rahasia negara.
6.      Bahaya khamar terhadap agama.
Peminumdan pemabuk tidak akan dapat melakukan ibadah apalagi tenang, khusyu’, dan tuma’ninah.[17]



[1] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 1989), Hal 121.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed. 3, Cet. Ke-3.
[3] Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rahasia Kesehatan Nabi, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2006), Cet. III, Hal. 203
[4] Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Tafsir al-Qur’an (1). Terj. Muhammad Iqbal, dkk. (Jakarta: Darul Haq, 2016). Cet. VI Hal: 299
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 2, Terj. Bahrun Abu Bakar, Lc., dkk, ( Semarang: PT. Karya Toha Putra Searang, 1993) Cet, ke-2, Hal. 243-244
[6] Pencarian di Maktabah Syamilah
[7] H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2008), Hal. 249
[8] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 2, . . . . . . Hal. 241-242
[9] Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Tafsir al-Qur’an (1). . . . . . Hal: 297298
[10] Imam al-Hafidz Ibnu Katsir, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1, Terj. H. Salim Bahreisy, H. Said Bahreisy, (Kuala Lumpur: VICTORY AGENCIE, 2003), Cet. 1, hal. 382-383
[11] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 7, . . . . . . Hal. 30-32
[12] Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Tafsir al-Qur’an(2). . . . . . . hal. 389-391
[13]Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar jilid 3, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003), Cet. 5, Hal. 1861-1864
[14] Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah, terj. M. Abdul Ghoffar, H. M. Iqbal Haetami,Lc., (Jakarta: Almahira, 2009), Cet. 4, Hal. 230-231
[15] Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984). Hal. 77
[16] Drs. Ahsin W. al-Hafidz, M.A., Fikih Kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2010), Cet. 2. Hal. 199
[17] H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam. . . . . . . Hal. 257